Rasanya, Ustadz Sutiyono nyaris putus asa, untuk mengembangkan dakwah bagi muslim Tengger, Bromo. Selain minimnya dukungan dari luar Tengger, kawasan itu adalah daerah wisata yang kuat akan budaya dan tradisinya. “Sempat berpikir meninggalkan saja desa ini dan memilih di desa sebelah yang lebih mudah dakwahnyaâ€, kenang Ustadz Sutiyono.
Dai yang juga pegawai pada Departemen Agama Probolinggo itu, mengisahkan jalan berliku untuk berdakwah di lereng Gunung Bromo. Tantangannya bukan pada masyarakat non muslim, tapi pada masyarakat yang secara identitas beragama Islam. Pada titik nadir, Sutiyono didatangi Jono, seorang warga Desa Wonokerto, Bromo yang sedang mencari pencerahan.
Jono, sosok yang bertahun-tahun malang melintang di dunia hitam. Ia sejak kecil tak kenal agama, kehidupan membawanya pada hidup di atas kemaksiatan dan jalan hitam perdukunan, hingga dunia klenik lainnya. Lingkungan dan tradisi tempatnya tinggal, diakui Jono masih membudayakan cara hidup seperti itu.
“Saya sudah menjalani hampir seluruh jalan dosa. Dulu mencapai kejayaan dengan mengorbankan orang lain, perdukunan, santet, dan semua ilmu hitam sudah saya lakoniâ€, tutur Jono yang kini jadi teman dakwah Ustadz Sutiyono.
Pada puncak kejayaannya sebagai pengusaha, Jono sadar semua itu nisbi. Ia kehilangan istri dan orang-orang yang dicintai. Rumah tangganya hancur sampai 5 kali. Ia kemudian mencari pencerahan pada Ustadz Sutiyono.
Sejak tiga tahun lalu, jalan baru ditapaki Jono. Jono, kemudian diajari sholat dan mendatangi para ulama untuk menguatkan akidahnya. Tahun lalu, Jono diajak Ustadz Sutiyono silaturahim ke para Kyai.
Tapi, Jono punya satu keinginan kuat untuk bisa silaturahim pada Ustadz Yusuf Mansur. Tanpa janji dan tahu kediaman Ustadz Yusuf Mansur, Jono nekat didampingi Ustadz Sutiyono mencari kediaman Ustadz Yusuf Mansur.
Ikhtiarnya berhasil, Jono berjumpa Ustadz Yusuf Mansur. Sejak itu, waktu berlalu, atas jalan Allah SWT, Jono pun bisa bertemu simpul PPPA Daarul Qur’an Probolinggo. Wina, pengurus Simpul PPPA Probolinggo, juga tidak tahu, jika Jono pernah bertemu Ustadz Yusuf Mansur.
Jono hanya mengutarakan ikhtiarnya, sedang mengawali babak hidup baru dan sedang membangun mushola di tanah wakafnya. “Subahananallah, ternyata saya dan warga sini sekarang punya mushola yang dibangun PPPA. Ustadz Yusuf, waktu itu bilang suatu hari akan datang ke Bromo, ini mushola sudah datang duluanâ€, kata Jono terharu. Pun, Ustadz Sutiyono juga merasa dapat energi baru untuk menguatkan dakwah lagi di komunitas muslim Tengger.
Mushola yang terbuat dari kayu ini, jadi sejarah setelah lebih 17 tahun sulit untuk mendirikan mushola di daerah itu. “Berkah dari Al-Qur’an, semua tiba-tiba menjadi mudah. Insya Alloh saya dan Pak Jono akan mulai lagi untuk dakwah di sini.
Pak Jono akan membantu menyadarkan warga dengan pengalamannya, saya menguatkan dari akidahnya. Dampingan dari PPPA Daarul qur’an terus kami harapkanâ€, terang Ustadz Sutiyono. Di mushola PPPA ini, pendampingan dakwah dimulai dengan penempatan dai yang membimbing masyarakat cara menjalankan ibadah sholat dan ibadah lainnya.
Juga didampingi seorang hafidz yang mengajarkan anak-anak membaca Al-Qur’an. Semoga, kelak akan lahir para penghafal Al-Qur’an dari lereng Tengger, Gunung Bromo.