Tiba-tiba kesunyian pagi itu terpecah dengan lantunan surah Al-Baqarah dari belasan anak. Satu persatu mereka mengikuti bacaan ustadz yang membimbing. Satu ayat dibaca berulang kali. Sampai mereka yakin sudah menghafalnya baru sang ustadz menggantinya dengan ayat yang lain. Uniknya mereka mengaji tidak didalam ruangan tapi di dermaga tepi Danau Lindu.
Ya, Danau Lindu. Memang namanya belom seterkenal danau Toba. Namun, eksotisme dan keindahan danau yang berada di Desa Tomado, Kecamatan Lindu, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah ini tidak kalah indahnya.
Tidak mudah untuk menuju Danau Lindu. Bila membawa kendaraan roda empat, maka harus diparkir di desa Sadha Unta yang menjadi pintu masuk menuju Danau Lindu. Dari Sadha Unta Danau Lindu masih berjarak 16 km yang bisa ditempuh selama satu jam dengan menggunakan ojek motor atau jika ingin lebih ekstrem bisa juga dengan berjalan kaki selama 5 jam.
Jangan bayangkan naek ojek menuju Lindu seperti layaknya naek ojek di kota-kota besar. Akses jalan hanya sebesar 1 meter dengan jurang terjang menganga di satu sisi dan tebing dengan batuan yang bisa longsor saat musim huja di sisi lainnya.
Beratnya perjalanan akan terbayar lunas jika kita telah sampai di lokasi tujuan. Di lokasi ini terletak danau lindu dengan pemandangan eksotisnya. Melihatnya langsung menghilangkan penat dan lelah.
Di Lindu pula kita akan "dipaksa" berinteraksi secara langsung dengan masyarakat. Tidak ada signal komunikasi disini sehingga lupakan niatan untuk bernarsis ria vai media sosial. Simpan sejenak telepon genggam anda dan rasakan kebesaran yang Maha Kuasa lewat keindahan alam yang terbentang di danau Lindu.
Disinilah sejak tahun 2013 PPPA Daarul Qur’an membangun rumah tahfidz. Digawangi hufadz asal Tegal, Jawa Tengah, yang akrab disapa Ustadz Ahrus kini telah menghasilkan santri-santri penghafal Qur’an. Adalah Andi Muhammad Rizki, Andi Irfan, Andi Iqbal, Andi Walid dan Aksal Asegaf telah memiliki hafalan sebanyak 3 Juz dan semuanya adalah warga asli Desa Tomado.
Pemeluk agama Islam adalah minoritas di wilayah ini. Namun, semangat mereka dalam beragama sangatlah tinggi. Kaum pria selalu shalat berjamaah pada waktu subuh, maghrib dan isya di lokasi masjid. iIbu-ibu juga memiliki pengajian setiap jumat siang.
Warga juga menyisihkan sedikit uang untuk pembangunan masjid yang akan menggantikan masjid sebelumnya yang hancur saat gempa berkekuatan 7 skala richter menghancurkan wilayah ini pada 18 Agustus 2012.
“Alhamdulillah, dukungan masyarakat dan orang tua akan keberadaan rumah tahfidz sangat baik. Ini yang menyebabkan cepatnya hafalan anak-anak selain kondisi alam dan belum masuknya internet yang membuat anak-anak bisa fokus dalam menghafal Al-Qur’an” ujar ustadz Ahrus.
Pria berusia 26 tahun ini juga berharap nantinya akan lahir generasi penghafal Al-Qur’an di kampung Tomado.
Kini, ustadz Ahrus berharap ada santrinya yang akan ikut dalam rombongan santri dari Sulawesi yang akan berangkat ke Gelora Bung Karno untuk megikuti Wisuda Akbar yang akan berlangsung pada 25 Oktober nanti.
“Semoga ada anak-anak dari Lindu yang berangkat ke GBK dimana itu akan semakin memotivasi mereka dalam menghafal Al-Qur’an”