Percikan kembang api mulai menyambar. Satu demi satu besi paralon dengan diameter 15 cm mulai terpotong. Potongan-potongan itu kemudian di sambung oleh Pak Ngatiyo menggunakan alat las. Setelah sambung-menyambung antar besi paralon yang satu dan lainnya, pola seperti raga tenda terop mulai terbentuk. Sementara di ujung sebelah, suara angin sangat keras tersumbur keluar dari mesin kompressor yang sedang digunakan Pak Subur untuk mengecat atap-atap seng.
Suara mesin pemotong besi yang biasa disebut circle dan mesin kompressor itu kini menghiasi malam-malam warga Kampung Qur’an Rukem. Semua sibuk dengan perannya masing-masing. Mas Paino juga tidak mau ketinggalan mengangkat beberapa besi untuk di bengkokkan menyesuikan mal yang telah tersedia. Mereka begitu sibuk, tak seperti bikin bangunan. Membuat terop butuh orang yang ahli dalam bidang pertukangan.
Ide jenius membuat tenda terop, berasal dari Pak Diyo salah satu imam dan tokoh di Kampung Qur’an Rukem. “Semangat mereka begitu besar, gumamku dalam hati,” ujar Ahmad Rizal Khadafi, Pendamping Kampung Qur’an Rukem mengingat antusias warga saat hendak mendirikan tenda terop.
Ia mengatakan, masyarakat Kampung Qur’an Rukem kebanyakan bekerja sebagai buruh di kota. Ada yang jadi buruh panggul, buruh bangunan dan sebagian buruh tani. Membuat tenda terop, tentu saja bukan keahlian warga di sana. Namun, keyakinan membawa Khadafi bersama warga mencoba membuat terop sendiri.
Sekitar dua bulan yang lalu masyarkat Kampung Qur’an Rukem merancang program pengadaan peralatan dan pembuatan tenda terop musola. Targetnya sudah selesai dibuat sebelum bulan ramadan 2017 tiba. “Saya khawatir mushola tidak mampu menampung jamaah sholat tarawih ramadan nanti,” tutur Khadafi mengenang ucapan Pak Diyo yang kala itu bersemangat menawarkan ide pembuatan terop.
Khadafi menceritakan optimisme Pak Diyo saat memikirkan manfaat tenda terop bagi masyarakat Kampung Qur’an Rukem. “Bisa digunakan warga dalam acara hajatan seperti kematian ataupun pernikahan, Dengan begitu beban warga bisa lebih ringan ”, ujar Khadafi meniru ucapan Pak Diyo.
“Memenuhi kebutuhan warga adalah cara kita berdakwah. Kalau keinginan warga bisa dipenuhi oleh mushola, maka warga tentu saja akan sungkan kalau tidak ikut kegiatan- kegiatan ibadah di mushola, minimal mereka tidak membenci dakwah kita,” ucap Khadafi yang kembali mengikuti ucapan Pak Dio kala itu.
Dana yang ada, belum mencukupi separuhnya pembuatan tenda terop. Tak patah semangat, para jemaah musola pun dikumpulkan untuk diajak berembuk. Tepat setelah selesai salat Isya berjamaah ide mengenai pembuatan terop disampaikan. Bak gayung bersambut, para jemaah sepakat untuk menyedekahkan sebagian rezekinya untuk pembuatan tenda.
“Mulai dari pecahan Rp500, Rp2000, Rp10 ribu, hingga pecahan Rp100 ribu pun terkumpul. Tak terasa Alhamdulillah dana yang telah terkumpul mencapai sekitar Rp15 juta,” ujar Khadafi.
Meskipun kebutuhan membeli bahan-bahan dan alat pembuatan tenda belum tercukupi, pendirian tenda terus digeber. Sebab jika menunggu dana terkumpul, Khadafi dan warga khawatir tenda tak akan jadi dibangun tahun ini.
Alhamdulillah, PPPA Daarul Qur’an berupaya membantu pembuatan tenda terop tersebut. “Setelah dapat dananya kami bergegas membeli peralatan-peralatan yang dibutuhkan. Kini, malam-malam disini akan seperti bengkel pembuatan tenda. Suara-suara nyaring mesin pemotong besi menggantikan suara jangkrik yang biasanya terdengar,” ujarnya.
Dalam satu bulan ke depan Khadafi bersama warga Kampung Qur’an Rukem menargetkan mendirikan empat tenda terop. “Sebab pada ramadan-ramadan sebelumnya, jemaah salat Tarawih tak bisa tertampung di dalam musola. Ketika hujan sebagian jamaah tidak ikut sholat Tarawih. Maka dengan pembuatan tenda terop mushola, semua warga bisa mengikuti sholat Tarawih tanpa khawatir basah terkena hujan,” ucapnya.