Meski waktu sudah menunjukan pukul 16.00 WITA, matahari masih amat menyengat di Pulau Sebatik, Kalimantan Utara, Senin (5/6). Puluhan santri rumah tahfizh berkumpul di depan dermaga usai melaksanakan salat Ashar.
Hari itu memang spesial, santri akan diuji hafalannya oleh Ustad Solehuddin, pimpinan Rumah Tahfizh Center (RTC). Ups, sebagian anak malah lupa hafalannya. Kelihatannya mereka grogi dan deg-degan.
Dari ba’da Ashar hingga menjelang senja, Dermaga TNI AL Sei Pancang diisi riuh rendah suara anak-anak mengaji. Diselingi games seru dan tausyiah, agenda ditutup dengan berbuka puasa.
Gemerlap lampu dari negeri tetangga sudah mulai terlihat. Ini tanda waktu Magrib sudah dekat. Dari dermaga ini, kota Tawau Malaysia hanya berjarak beberapa kilometer. Dari kejauhan, jelas terlihat berjajar gedung tinggi menjulang.
Waktu adzan pun tiba. Eit, nanti dulu, ternyata itu suara adzan dari radio Malaysia. Santri yang tak sabar santap makanan, hanya tersenyum kecut. "Tunggulah dulu empat menit lagi!" ujar Ustad Jefri, d’ai muda asal Sulawesi, pembina Rumah Tahfizh Assa'diyah Sebatik.
Tak butuh waktu lama, takjil disantap habis. Beberapa santri lanjut santap makan berat. Semilir angin laut ikut menemani khidmat berbuka. Bulan yang separuh pun mulai menampakkan terangnya.
Di perbatasan, anak-anak ini ditempa. Dipersiapkan menjadi agen perubahan. Rumah tahfizh menjadi instrumen warga menjaga anak-anak dari kontaminasi negatif.Mereka diharapkan menjadi generasi tangguh penghafal Qur’an.